Sejarah Candi Muaro Jambi, Jejak Kerajaan Sriwijaya dan Melayu

Sejarah Candi Muaro Jambi

Sejarah Candi Muaro Jambi merupakan salah satu peninggalan terbesar dan terluas di Asia Tenggara. Terletak di Provinsi Jambi, Indonesia, kompleks candi ini menjadi saksi bisu kejayaan dua kerajaan besar: Sriwijaya dan Melayu. Candi Muaro Jambi tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur, tetapi juga menyimpan cerita panjang tentang peradaban, agama, dan budaya yang berkembang di Nusantara.

Asal Usul dan Sejarah Candi Muaro Jambi

Sejarah Candi Muaro Jambi
Sumber gambar: Ig Candi Muaro Jambi

Candi Muaro Jambi terletak di Provinsi Jambi, Sumatra. Kompleks ini diperkirakan dibangun antara abad ke-7 hingga ke-12 Masehi, pada masa kejayaan dua kerajaan besar di wilayah tersebut, yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kedua kerajaan ini memainkan peran penting dalam sejarah Asia Tenggara sebagai pusat perdagangan, budaya, dan agama.

Kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di Palembang, Sumatra Selatan, adalah sebuah kerajaan maritim yang menguasai jalur perdagangan laut di Selat Malaka dan sekitarnya. Sriwijaya dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Buddha Mahayana dan menarik banyak sarjana dari berbagai negara, termasuk dari India dan Tiongkok. Sementara itu, Kerajaan Melayu, yang berpusat di wilayah Jambi, juga memiliki pengaruh kuat dalam perdagangan dan budaya. Kedua kerajaan ini saling bersaing dan bekerja sama dalam memperluas pengaruh mereka di Asia Tenggara.

Kompleks Candi Muaro Jambi diduga digunakan sebagai pusat pendidikan dan peribadatan agama Buddha. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya berbagai artefak bercorak Buddhisme, seperti arca Buddha, stupa, dan lempeng-lempeng bertuliskan mantra. Selain itu, ditemukannya prasasti dengan aksara Jawa Kuno menunjukkan bahwa kompleks candi ini juga menjadi tempat pertukaran ilmu pengetahuan dan budaya antara Sumatra dan Jawa. Hal ini mencerminkan hubungan yang erat antara kedua pulau tersebut pada masa itu.

Penemuan dan Pemugaran Candi Muaro Jambi

Sejarah Candi Muaro Jambi
Sumber gambar: Ig Candi Muaro Jambi

Candi Muaro Jambi pertama kali dilaporkan oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke pada tahun 1824. Saat itu, Crooke sedang melakukan pemetaan daerah aliran Sungai Batanghari untuk kepentingan militer. Namun, penemuan ini tidak langsung diikuti dengan upaya pemugaran serius.

Baru pada tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran besar-besaran di bawah pimpinan R. Soekmono, seorang arkeolog terkemuka. Pemugaran ini bertujuan untuk mengungkap dan melestarikan keindahan serta nilai sejarah yang terkandung dalam kompleks candi ini. Hingga saat ini, baru sembilan candi yang berhasil dipugar, sementara puluhan candi lainnya masih dalam proses ekskavasi dan penelitian.

Lokasi dan Luas Kompleks Candi Muaro Jambi

Candi Gumpung
Sumber gambar: Ig Candi Muaro Jambi

Candi Muaro Jambi terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kompleks candi ini berada di tepi Sungai Batanghari, sungai terpanjang di Sumatra yang menjadi jalur transportasi penting pada masa lalu. Lokasinya yang strategis ini memudahkan akses bagi para pedagang dan pelajar yang datang dari berbagai wilayah.

Luas kompleks candi ini mencapai 3.981 hektare, menjadikannya kompleks candi terluas di Asia Tenggara. Untuk memberikan gambaran, luas ini delapan kali lipat dari Candi Borobudur di Jawa Tengah. Kompleks ini mencakup delapan desa, yaitu Desa Muara Jambi, Danau Lamo, Dusun Baru, Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Dusun Mudo, Teluk Jambu, dan Tebat Patah.

Keunikan Arsitektur dan Artefak Candi Muaro Jambi

Candi Tinggi
Sumber gambar: Ig Candi Muaro Jambi

Salah satu keunikan Candi Muaro Jambi terletak pada arsitekturnya yang menggabungkan pengaruh Hindu-Buddha, mencerminkan akulturasi budaya dan agama yang terjadi pada masa itu. Candi-candi di kompleks ini dibangun menggunakan bata merah, bahan bangunan yang umum digunakan di wilayah Sumatra pada masa itu. Bata merah ini tidak hanya tahan lama, tetapi juga memberikan kesan estetika yang khas. Dinding-dinding candi dihiasi dengan ukiran yang rumit, menunjukkan keterampilan seni dan keahlian arsitektur masyarakat pada masa itu.

1. Struktur Mandala dalam Arsitektur

Beberapa candi di kompleks Muaro Jambi memiliki struktur mandala, yang merupakan simbol penting dalam agama Buddha. Mandala melambangkan alam semesta dan sering digunakan sebagai alat meditasi dalam praktik keagamaan. Struktur ini menunjukkan bahwa Candi Muaro Jambi tidak hanya berfungsi sebagai tempat peribadatan, tetapi juga sebagai pusat spiritual dan pendidikan. Penggunaan mandala dalam arsitektur candi mencerminkan pengaruh Buddhisme Mahayana yang kuat, yang berkembang pesat di wilayah Sumatra pada masa Kerajaan Sriwijaya.

2. Artefak dan Kehidupan Masyarakat Masa Lalu

Selain arsitekturnya yang unik, Candi Muaro Jambi juga menyimpan berbagai artefak yang memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat pada masa lalu. Artefak-artefak ini menjadi bukti penting untuk memahami aktivitas ekonomi, budaya, dan keagamaan yang terjadi di kompleks candi ini. Beberapa artefak penting yang ditemukan antara lain:

a. Arca Buddha

Arca Buddha yang ditemukan di Candi Muaro Jambi menunjukkan pengaruh kuat agama Buddha Mahayana. Arca-arca ini sering kali menggambarkan Buddha dalam berbagai posisi meditasi atau mudra (sikap tangan), yang memiliki makna spiritual tertentu. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa kompleks candi ini digunakan sebagai pusat peribadatan dan pembelajaran agama Buddha.

b. Lempeng Bertuliskan Mantra

Lempeng-lempeng bertuliskan mantra yang ditemukan di kompleks candi menggunakan aksara Jawa Kuno. Hal ini menunjukkan tingkat literasi yang tinggi di kalangan masyarakat pada masa itu. Mantra-mantra ini kemungkinan besar digunakan dalam ritual keagamaan atau meditasi, dan penemuan ini juga menunjukkan adanya pertukaran budaya antara Sumatra dan Jawa.

c. Keramik Asing

Ditemukannya keramik asing, terutama dari China dan India, membuktikan bahwa Candi Muaro Jambi terlibat dalam jaringan perdagangan internasional. Keramik-keramik ini mungkin digunakan sebagai barang mewah atau sebagai alat tukar dalam perdagangan. Temuan ini juga menunjukkan bahwa wilayah Jambi merupakan salah satu pusat perdagangan penting di Asia Tenggara pada masa itu.

d. Manik-manik dan Batu Mulia

Manik-manik dan batu mulia yang ditemukan di kompleks candi menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu telah mengenal sistem perdagangan yang kompleks. Batu mulia dan manik-manik mungkin digunakan sebagai alat tukar atau sebagai perhiasan yang menunjukkan status sosial. Temuan ini juga mencerminkan kemakmuran ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kompleks candi.

Mitos dan Kepercayaan Masyarakat

Seperti banyak situs bersejarah lainnya, Candi Muaro Jambi juga dikelilingi oleh mitos dan kepercayaan masyarakat setempat. Salah satu mitos yang paling terkenal adalah kepercayaan bahwa pasangan yang berkunjung ke candi ini akan mengalami perpisahan. Meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung mitos ini, banyak pengunjung yang tetap mempercayainya.

Selain itu, terdapat Air Penirtaan Sumur yang diyakini memiliki kekuatan magis. Masyarakat setempat percaya bahwa mencuci muka dengan air dari sumur ini dapat membuat seseorang awet muda. Kepercayaan ini menarik minat banyak pengunjung, terutama mereka yang ingin merasakan pengalaman spiritual.

Kompleks Bangunan dan Sistem Perairan

Candi Muaro Jambi tidak hanya terdiri dari bangunan candi, tetapi juga dilengkapi dengan sistem perairan yang canggih. Sistem ini mencakup kanal-kanal dan kolam yang digunakan untuk irigasi dan transportasi. Salah satu kolam yang terkenal adalah Telago Rajo, yang terletak sekitar 100 meter dari kompleks candi. Kolam ini dulunya digunakan sebagai tempat pemandian bangsawan dan keluarga kerajaan.

Selain itu, di sekitar kompleks candi terdapat sisa-sisa permukiman kuno yang menunjukkan kehidupan masyarakat pada masa lalu. Permukiman ini terdiri dari delapan desa, yang masing-masing memiliki peran dalam mendukung aktivitas di kompleks candi.

Ancaman dan Upaya Pelestarian

Meskipun Candi Muaro Jambi telah dinominasikan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, situs ini masih menghadapi berbagai ancaman. Aktivitas industri sawit dan batubara di sekitar kompleks candi telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, pariwisata massal juga memberikan tekanan pada struktur candi.

Untuk mengatasi ancaman ini, pemerintah dan masyarakat setempat melakukan berbagai upaya pelestarian, antara lain:

  • Melakukan penghijauan dan rehabilitasi lahan yang rusak.
  • Membatasi jumlah pengunjung dan memberikan pedoman tentang cara mengunjungi situs dengan benar.
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya.
  • Bekerja sama dengan UNESCO dan lembaga internasional lainnya untuk mendapatkan dukungan finansial dan teknis.

Penutup

Candi Muaro Jambi bukan hanya sekadar situs bersejarah, tetapi juga simbol penting dalam identitas budaya Indonesia. Kompleks candi ini mencerminkan perpaduan agama, budaya, dan arsitektur yang kaya, serta menjadi bukti kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Melayu.

Dengan segala keunikan dan nilai sejarahnya, Candi Muaro Jambi layak untuk dikunjungi dan dilestarikan sebagai warisan budaya dunia. Melalui upaya pelestarian yang berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa keagungan Candi Muaro Jambi akan tetap bersinar untuk generasi mendatang.

Artikel ini ditulis untuk memberikan pemahaman mendalam tentang sejarah dan keunikan Candi Muaro Jambi. Bila kamu tertarik untuk mengunjungi situs ini, pastikan untuk menghormati aturan dan menjaga kelestariannya. Bagikan artikel ini kepada teman dan keluarga kamu agar semakin banyak orang yang mengenal keindahan dan nilai sejarah Candi Muaro Jambi.

Baca juga:

Referensi

  • Miksic, John N. (2009). Ancient Southeast Asia. Routledge.
  • Coedès, George (1968). The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press.
  • Soekmono, R. (1995). Candi: Fungsi dan Pengertiannya. Jakarta: Djambatan.
  • Suleiman, Satyawati (1976). The Archaeology and History of West Sumatra. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
  • Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet.